Integrasi Sosial
Indonesia sebagai negara multikultural telah dieratkan secara historis dengan adanya Sumpah Pemuda. Sebelum Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dikumandangkan. Majapahit dengan patihnya Gajah Mada telah bercita-cita menyatukan bumi Nusantara yang tercinta ini. Secara geografis, Indonesia adalah negara kepulauan sebagai negara maritim yang ditaburi oleh pulau-pulau di dalamnya.
Rasa kedaerahan yang sangat tinggi tumbuh di dada bangsa Indonesia sehingga menghambat integrasi sosial. Rasa kedaerahan tersebut terbagi atas dua bagian yaitu geneologis-teritorial dan teritorial-geneologis. Geneologis-teritorial dapat kita rasakan pada suku yang menganut sistem marga seperti batak dan padang. Apabila mereka bertemu dalam satu suku di daerah lain, maka mereka akan menanyakan garis keturunan, sebelum menanyakan daerah tempat asal. Berbeda dengan suku yang tidak dibagi atas marga seperti sunda, jawa, dan lain-lain. Ketika mereka bertemu yang pertama kali ditanyakan adalah asal daerah mereka, sebelum menanyakan keturunan seperti anak siapa atau cucu siapa.
Integrasi sosial dalam masyarakat yang multikultural merupakan keharusan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rasa kedaerahan yang tinggi memicu disintegrasi sosial. Nasionalisme kebangsaan sebagai identitas sosial perlu ditingkatkan dalam menuju integrasi sosial.
Konflik dan Kekerasan
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. (wikipedia.org).
Tidak selamanya konflik merupakan kekerasan, konflik terjadi apabila berbenturan antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain.Sedang kekerasan adalah keadaan yang membuat satu pihak merintangi atau menjadi penghalang bagi individu atau kelompok dalam melakukan kegiatan tertentu. Kekerasan biasanya diawali dengan suatu persaingan yang serius, sehingga terjadi bentrokan yang berkepanjangan. Sikap keras yang dimiliki oleh kelompok manusia itu dapat menimbulkan usaha untuk melumpuhkan musuhnya. Kekerasan juga merupakan puncak dari konflik yang masing-masing pihak sangat mempertahankan anggapan rasa benarnya.
Agama dan penyebab konflik
Perbedaan individu sering juga dianggap sebagai pemicu terjadinya konflik. Setiap orang yang dapat berfikir dan memiliki nafsu, akan berusaha untuk memenuhi keinginannya tersebut, dan terkadang akan tercipta sebuah konflik. Kebudayaan yang melatarbelakangi terbentuknya pribadi-pribadi yang berbedapun kerap sekali menjadi pemicu terjadi disintegrasi sosial. Bukan hanya itu ternyata perubahan-perubahan nilai yang terjadi dalam masyarakat pun menjadi salah satu faktor penyebab konflik.
Secara sosiologis agama tidak bisa dilepas dari citranya sebagai pencipta konflik. Fanatisme terhadap agama yang berlebihan dianggap sebagai pemicu konflik antar agama. Agma lain dilihat pihak lawan dan bersalah. Walaupun dalam konflik antar agama di Indonesia sering juga dipicu oleh faktor ekonomi dan politik.
Konflik tersebut tidak dalam bingkai konstruktif seperti yang dikonsepsikan oleh Hegel—menurut Hegel, konflik adalah suatu dialektika yang akan bermuara pada kemajuan, yaitu benturan antara tesa dan antitesa yang kemudian memunculkan sintesa, suatu gagasan atau keadaan yang melampaui keadaan sebelumnya (1999). Konflik destruktif justru akan melahirkan kerusakan dan kerugian bagi kehidupan. Dalam banyak kasus peperangan dan kerusuhan, agama dinilai berperan sebagai pemicunya.
Integrasi Sosial
Penyelesaian konflik dalam masyarakat tergantung pula dari sikap seseorang atau pihak yang berkonflik. Sikap acuh terhadap konflik, menekannya atau menyelesaikannya akan mempengaruhi cepat lambatnya penyelesaian konflik di masyarakat. Apabila masing-masing pihak bersikap tidak peduli, maka mungkin saja konflik akan berlangsung lama. Apabila masing-masing pihak bersikap akan menekan konflik tersebut, maka suatu saat konflik tersebut akan muncul kembali dan kemungkinan lebih besar pengaruhnya terhadap pihak yang berkonflik. Apabila masing-masing pihak menyelesaikan konflik tersebut, nah inilah jalan yang baik untuk menuju integritas sosial.
Disintegrasi sosial berasal dari disorganisasi sosial yang terkecil, sebut saja keluarga. Apabila seorang anak yang berasal dari keluarga yang berantakan maka akan berpengaruh terhadap kehidupan pribadinya dan masyarakat. Tidak sedikit seorang anak yang melakukan penyimpangan sosial disebabkan oleh disintegrasi sosial dalam keluarganya. Banyak di masyarakat adanya penjahat muda berasal dari keluarga yang kurang lengkap ataupun keluarga mereka lengkap, tetapi didalamnya terjadi situasi konflik.
Usaha manusia untuk meredakan suatu pertikaian konflik untuk mencapai kestabilan dimanakan akomodasi. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri dan bekerja sama. Konsiliasi nasional merupakan salah satu cara untuk untuk meredakan konflik yang terjadi secara nasional. Usaha untuk mempertemukan kepentingan antar pihak yang berkonflik akan mengalami kesukseskan, apabila setiap pihak bisa memanag konflik tersebut menjadi konflik yang konstruktif.
Meningkatnya kreativitas, intensitas usaha, solidaritas dalam kelompok semakin kuat merupakan hasil dari konflik yang konstruktif. Musuh bersama sangat diperlukan untuk meningkatkan rasa solidaritas sosial dalam masyarakat. Kita dapat melihat bagaimana rasa nasionalisme Indonesia yang tinggi, ketika kedaulatan Republik Indonesia diusik oleh negara tetangga, seperti kasus Ambalat dengan Malaysia.
Integrasi sosial terjadi karena unsur-unsur sosial saling berinteraksi. Proses integrasi sosial dapat berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh norma-norma sosial dan adat istiadat yang baik. Norma-norma sosial dan adat istiadat merupakan unsur yang mengatur perilaku dengan mengadakan tuntutan mengenai bagaimana orang harus bertingkah laku. Apabila proses integrasi sosial tidak tercapai maka didaalam masyarakat akan terjadi disintegrasi sosial.
Tercapainya integrasi sosial memerlukan pengorbanan baik pengorbanan perasaan, maupun pengrobanan materil. Dasar dari pengorbanan adalah langkah penyesuaian antara bhanyak sekali perbedaan perasaan, keinginan, ukuran dan penilaian. Apabila pengorbanan dan toleransi dapat dicapai dalam bentuuk konsensus, kemungkinan terjadinya integrasi tahap awal akan mulai nampak.
Norma sosial sebagai acuan bertindak dan berprilaku dalam masyarakat akan memberikan pedoman untuk seorang bagaimana bersosialisasi dalam masyarakat.
Kesimpulan
Keanekaragaman bangsa Indonesia yang meliputi ras, suku bangsa, agama, adat istiadat, dan bahasa, pada hakikatnya satu atau tunggal yang tergabung dalam satu rumpun bangsa Melayu, dengan induk kebudayan yang tunggal. Demikian pula dengan kebudayaan yang bermacam-macam agama, hakikatnya bersumber dari ajaran tauhid yaitu pengakuan pada keesaan Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun banyak perbedaan didalam kehidupan masyarakat Indonesia, tetapi semua organ yang tidak sama itu dapat dalam satu sistem dengan fungsi dan tujuan yang sama, yaitu mempertahankan hidup manusia.
Agar didalam masyarakat proses integrasi dapat berjalan dengan baik dan normal, masyarakat harus memperhatikan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kehidupan sosial dari masyarakat tersebut. Faktor-faktor sosial tersebut menentukan arah kehidupan sosial untuk menuju integritas sosial. Faktor sosial tersebut adalah tujuan masyarakat, sistem sosial, sistem tindakan dan sistem sanksi. (waridah, 2004:14)
Ketaatan terhadap norma sosial termasuk norma agama akan membentk integrasi sosial yang kuat. Seorang yang memegang teguh ajaran agamanya masing-masing tidak akan mengganggu ajaran agama lain, begitupun seorang yang telah mengkristal dalam dirinya nilai-nilai sosial yang tertanam sejak kecil di keluarga akan memiliki rasa empati terhadap sesama dan akan melahirkan solidaritas sosial yang tinggi.
References: